Selasa, 08 September 2009

Sang Wadam

Saya menghabiskan waktu 5 menit mencari asal muasal kata "Bencong", tapi ternyata googling tidak terlalu banyak menghasilkan, hanya ada secuil pengertian soal wadam.

Kenapa saya tertarik dengan 1 kata ini ? karena akhir pekan lalu saya & istri mengalami pengalaman yang unik dengan mereka. (* kata unik sengaja gue pakai biar lebih berkesan bermartabat .. hehehe..).

Saat itu hari sabtu sore, dan ceritanya kami berdua mau makan Kwetiau Siram langganan di Kelapa Gading. Ketika sampai di perempatan lampu merah antara Pulomas & Kelapa Gading hadirlah 2 orang wadam (*tentunya dengan lenggak lenggoknya yang khas :p) menghampiri mobil demi mobil.

Seorang wadam berada dideretan yang searah dengan mobil kami. Ketika sampai di samping kaca mobil, mulailah dia lenggak lenggok sambil membunyikan kecrekannya. Dia berdiri persis disamping kaca spion bagian supir.

Saya melambaikan tangan, tanda meminta maaf tak dapat memberi.

Sang Wadam tersenyum sambil terus berlenggang.

Kemudian saya rapatkan kedua tangan, lalu saya menunduk untuk meminta maaf karena tidak memberi.

Sang Wadam mulai pura - pura tidak melihat.

Saya mulai bertanya - tanya, kenapa nihhh wadam nggak melanjutkan ke mobil berikutnya?

Istri juga mulai gelisah, kenapa di mobil kita lebih lama dibanding yang lain?

Kemudian Sang Wadam mengeluarkan koin bernilai Rp.500 sambil tersenyum.

"Gopek doang om' "

Saya menggeleng minta maaf, sambil menyesali kenapa tadi nggak nyiapin gopekan di tempat koin mobil yahhh..

" OMMM.. GOPEK DOAAAANGGGG " Sang Wadam mulai merengek.

Saya kembali menggeleng minta maaf.

"Makanya jangan disenyumin.." desis suara disamping saya.

BUSEETT .. Dihadapan wadam, mana berani senyum - senyum (* begitu pikir saya).

" OMMMMMM... MASA' NGGAK ADA GOPEK DOANGGGGGG ????"

suara Sang Wadam kembali menembus dinding mobil mengalahkan suara Bajaj di samping.

Saya kembali menggeleng pelan (*masih nggak berani ngeliat ke arah samping).

" BOOOHOONGGG !! PASTI ADAAAAA !! "

" DISIMPEN DISITU KHANNNNN EMANG IKE NGGAK TAHUUUU !!"

Sang Wadam kembali merengek sambil menunjuk ke arah dashboard tengah tempat koin biasa diletakkan.

Saya memberanikan diri melihat ke kaca depan.. HUAAHHHHH .. Terkejut saya karena mukanya udah ditempelin di kaca depan sambil ketawa - ketawa..

Somprettttttt !!

Saya pikir.. gila benerr nih Wadam.

" AYAAAAHHHHHHH ..!!!"

DUARRRRR !! Saya kaget setengah modar dipanggil Ayah !!!!!

GEBLEGGGHH !!

" AYAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHH.. BAGI DUIIITTTTTTT !!!"

Sang Wadam mulai mencuri perhatian mobil - mobil lain.

" AYAAAAAAAHHHHHH.. PELIT BANGET SIHHH .. BAGI DUIIITTT !!"

Mulai berpikir, kenapa lampu hijaunya lama banget yahhhh.. SIALLL !!

Ehhhh.. entah ada angin apa.. saya lihat Sang Wadam tersenyum sangat puasss kemudian dia berputar arah, dan mengalihkan pandangan ke samping mobil.

Sambil tersenyum trengginas, dia menghampiri 3 orang anak muda yang berada di dalam kendaraan samping mobil saya.

Coba tebak kendaraan apa yang mereka pakai ?

BAJAJ.... Yaaaa BAJAJ !!

Sang Wadam pun terlihat lebih agresif dibanding tadi.

Kenapa ? karena tidak ada yang menghalangi dirinya untuk menyentuh 3 orang anak muda tersebut.

Huhuhu... Iyalahhh.. Bajaj disampingnya nggak ada jendela...

Langsung aja para tukang koran berusaha mendekat, melihat 3 anak muda malang yang habisss di kerjain Sang Wadam..

Bagaimana endingnya ?

Saya & Istri sudah keburu tancap gas, takut Sang Wadam berubah pikiran.

Huhuhu..


Sabtu, 05 September 2009

Berikan mereka kail, bukan ikan..

Setiap ramadhan tiba, muncul satu permasalahan sosial yang sama di beberapa kota besar di Indonesia yaitu bertambahnya jumlah pengemis di jalanan.

Sampai - sampai di Jakarta, muncullah Perda nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dimana setiap orang yang memberikan sedekah sembarangan akan dikenakan sanksi hukum.

Terlepas dari Pro & Kontra dalam menjalankan aturan tersebut, saya berpendapat bahwa pengemis tidak akan bisa dihilangkan begitu saja. Karena mereka tidak hanya sebuah pekerjaan melainkan produk dari kemiskinan.

Budi Radjab, seorang antropolog pernah mengatakan, pada umumnya orang - orang yang merasa miskin punya kecenderungan untuk selalu meminta. Dan di bulan puasa, pemahaman yang ada di masyarakat adalah orang yang memberi materi akan mendapatkan pahala yang besar. Maka timbulah hubungan simbiosis mutualisme, yang mengakibatkan bertambahnya jumlah pengemis di jalanan.

Akhirnya banyak orang yang merasa "tidak mampu" dan memilih untuk "tidak mampu", karena mereka sudah pasti mendapatkan "ikan" setiap harinya. Yang kemudian menjebak mereka untuk terus berada di kubangan.

Mungkin sudah saatnya masyarakat bersikap kritis terhadap masalah ini, dengan memberikan "kail" kepada mereka. Sehingga suatu saat nanti bisa keluar dari kubangan kemiskinan dan siapa tahu memberikan "kail" berikutnya kepada mereka yang membutuhkan.

Jumat, 04 September 2009

Apakah kita benar negara besar ?

Sebuah pertanyaan ini diungkapkan secara tersirat oleh Romo Franz Magnis-Suseno SJ, melalui tulisan di Kompas, hari Jumat lalu (4 September 2009) yang berjudul "Konfrontasi Lagi ?".

Beliau berusaha menyikapi dengan sudut pandang yang berbeda permasalahan konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, dimana minggu - minggu ini mulai kembali berdengung slogan "Ganyang Malaysia !!" akibat masuknya tari pendet ke dalam iklan promosi wisata Malaysia, dan isu klaim secara sepihak oleh Malaysia terhadap aset Indonesia berupa Pulau Jemur.

Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Romo Franz, tapi satu hal yang mengusik dan membuat saya berpikir, Kita adalah negara besar ke empat didunia, dengan demokrasi paling mantap untuk kawasan Asia Tenggara, perekonomian yang terus bertahan dari serangan krisis, keamanan dalam negeri yang terkendali, dan hal - hal positif lainnya (walaupun banyak yang musti diperbaiki.), tapi mahasiswa Malaysia akan diusir dari beberapa universitas di Indonesia. Padahal universitas adalah tempat para cendekiawan dan akademis, suatu hal yang sangat ironis bila hal ini berlaku.

Betul !! kalau nasionalisme itu harus ada dan ditumbuhkan, tapi sepertinya kita bangsa Indonesia punya cara yang lebih elegan, lebih berkelas, lebih bijaksana dalam menghadapi tetangga kita.

Kalau sampai pengusiran itu terjadi, apa bedanya kita dengan mereka yang bersikap barbar dengan melakukan sweeping terhadap orang indon' ?

Heiiii... Level kita jauhhhhhh diatas mereka.

Tunjukkan kalau kita memang negara & bangsa yang besar.

Seperti kata Romo Franz di penutup artikel tersebut, "Negara besar tidak perlu terus mengatakan bahwa dia negara besar. "