
Sebuah buku berjudul Eat, Pray, Love benar - benar membuat dunia pariwisata Bali bergejolak riang. Melalui buku tersebut nama Bali kembali menyeruak ke permukaan, setelah sempat terpuruk karena peristiwa Bom Bali.
Buku yang di tulis oleh Elizabeth Gilbert menjadi buku yang banyak dibicarakan oleh kaum wanita di Amerika Serikat saat ini, terutama yang rentang umur 30 - 40 tahun, mapan, berstatus janda ataupun single mother. Buku ini juga sempat muncul di Oprah's sebanyak 2 episode. Saking suksesnya, beberapa perusahaan produksi film tertarik untuk membawa buku ini ke layar lebar. Dan Julia Roberts akhirnya terpilih sebagai bintang utama, kabarnya saat ini berada di Bali selama 1 bulan untuk menyelesaikan produksi film tersebut.
Saya mungkin tidak akan berbicara banyak soal isi buku & film ini, karena belum sempat membacanya (hehehe..). Namun yang menarik adalah pengaruh buku ini, yang seharusnya bisa menjadi sebuah pijakan atau tipping point bagi dunia pariwisata Indonesia, pada umumnya dan Bali pada khususnya.
Anda bisa bayangkan, bagaimana senangnya pariwisata Selandia Baru karena kesuksesan luar biasa dari film Lord of The Ring. Untuk lingkup lokal, bagaimana sebuah buku Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi mengubah citra pariwisata Pulau Belitong, Sumatera Selatan.
Inilah kekuatan promosi sebuah film.
Saya jadi teringat NASA pun banyak menggunakan film - film sebagai bentuk propaganda yang efektif (* hahaha..), bahkan negara tetangga kita Malaysia, butuh melobi habis - habisan agar Menara Petronas mereka ikut ambil bagian di film Entrapment (* walaupun di shoot 'dikit.. hehehe..)
Intinya adalah momen ini harus di gunakan sebaik - baiknya oleh pemerintah Indonesia, untuk mengkampanyekan pariwisata Indonesia, secara kampanye Visit Indonesia Year nggak jelas.. (* Ups !!).
Apapun hasil film ini, ucapan terima kasih seharusnya diberikan oleh pemerintah kita kepada Elizabeth Gilbert & Julia Roberts yang membawa kembali nama Indonesia ke pentas dunia lewat buku dan film Eat, Pray, Love.